Jokowi, nama yang sangat akrab
saya temui ketika menonton berita ataupun sekedar membaca artikel baru di
detik.com. Ga usah dijelaskan deh segala
informasinya mengenai Gubernur Ibu Kota Indonesia ke – 17 ini, cukup ketik
namanya di search engine google, semua link informasi tentang mas Jokowi
membludak, sangat mudah di dapat bukan. Antusias saya bukan berdasarkan karena
saya suka motif kemeja kotak – kotak ataupun warna partai tetapi murni akan
kepribadiannya yang bisa dijadikan teladan.
Kehidupan memang penuh dengan
keanekaragaman ekspresi, kadang kita tertawa, terkadang juga kita tertawa
sambil menangis (ngeri juga). Semua tergantung usaha dan nasib membawa kita
kemana. Namun ada kalanya kehidupan itu dengan cepat berubah. Seperti kisah Pak
Jokowi, Ketika masih kecil hidup bisa dibilang dalam kesusahan dari sisi
ekonomi, sempat menjadi kuli panggul dan merasakan potret kehidupan yang
memprihatinkan namun ketika besar hidup dengan kemapanan. Kehidupan seperti ini
yang banyak dijadikan bahan inspirasi bagi banyak orang untuk menapaki hidup
lebih maju.
Sungguh jarang ya, ada seorang
elit eksekutif yang langsung turun ke lapangan, menuju tempat yang kumuh sambil
menyapa langsung masyarakat sekitar. Datang ke acara peresmian gapura dan pos
kamling sewaktu masih menjabat sebagai walikota Surakarta, heran juga kan,
biasanya pemimpin selevel Walikota itu datang di peresmian mall besar atau
proyek besar gitu. Pers diberikan kebebasan untuk meliput segala kegiatan yang
beliau lakukan, sangat transparan membuktikan gak ada yang perlu dirahasiakan,
toh semua ini untuk rakyat. Tidak terlalu ambil pusing buat masalah gaji,
katanya gak diambil juga gak apa-apa, mau sekaya dan semakmur apapun kehidupan
pribadi secara finansial, hidup gak akan tenang karena dihantui rasa
ketidakpuasan akan harta yang dimiliki, yang penting kebutuhan pokok tercapai, Alhamdulillah
J, mungkin hal tersebut
yang terbersit dalam benak beliau setiap menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya. Disamping semua itu, ketegasan sangat terlihat di setiap
kebijakannya, sampai diadakan pelelangan jabatan Camat dan Lurah, mengartikan
bahwa jabatan tersebut terbuka bagi pegawai yang merasa mampu tanpa adanya
embel – embel faktor kedekatan ataupun tingkat prestasi menjilat, cara klasik
di negeri ini untuk mendapatkan jabatan
tertentu.
Contoh nyata tersebut saya harap
dapat menjadi cerminan bagi ‘Calon Kepala Daerah’ maupun Kepala Daerah lainnya,
agar bisa menjadi setitik embun menyegarkan
di tengah kemarau panjang masalah yang dihadapi negeri ini. Cobalah
untuk menanggulangi krisis kepemimpinan agar saya dan semua bisa percaya diri
bahwa masih ada harapan di depan sana untuk lebih baik, bukan hanya visi dan
misi tabu belaka yang setia terpampang bersama wajah – wajah di spanduk aneka
warna partai itu.
Seandainya saya bisa bertemu
dengan beliau secara langsung bukan hanya di layar laptop atau di layar TV,
saya akan memberikan penghormatan yang super tulus dan bukan ‘penghormatan
formalitas’ agaknya sering saya lakukan. Aba – aba “Hormat Gerak !” dalam hati…
memang manusia biasa tapi langka, seorang pemimpin selera rakyat.
Sedikit mengambil pelajaran dari
sepak terjangnya di dunia birokrasi saat ini. Sehingga saya lebih paham makna
dari pengabdian dan pekerjaan. Pekerjaan tentunya mengharapkan imbalan baik
dalam bentuk gaji maupun manfaat yang bersifat materi lainnya. Seorang pekerja
dapat berupaya secara maksimal biasanya dimotivasi oleh besarnya imbalan yang
dia dapat. Motivasi dan maksimalnya usaha dalam menyelesaikan masalah maupun
pekerjaan tergantung dari banyak tidaknya imbalan. Berbanding terbalik dengan
pengabdian, lebih cenderung mendeskripsikan usaha tanpa pamrih. Andai kata saya
nanti bekerja di dunia pemerintahan terus – menerus sebagai staff, wujud dari
pengabdian mungkin bekerja semaksimal mungkin tanpa terlalu pusing sama
persoalan gaji ataupun tuntutan status sosial. Kenyataannya tidak semudah
menulis kalimat, saya masih harus banyak belajar dari pengalaman dan sosok teladan
masa kini versi saya, seperti Jokowi. Tetap bangga menjadi ‘orang bodoh’,
because stupid guys keep learning, Karena merasa bodoh, maka kemudian saya
harus terus belajar. Kalau sudah pintar, terkadang merasa cukup untuk belajar
nantinya berhenti belajar.
Jokowi menyadarkan saya adanya manfaat besar dari The Power of Giving, yang penting bagaimana kita bisa memberi yang terbaik bagi publik, kalo soal imbalannya gak usah khawatir itu semua Allah SWT yang atur :)
|
|
|
hehe dulur nih terkena virus Jokowi juga ya? :)
saya suka pemimpin yg mau turun ke bawah tapi saya pikir Jokowi hanya unggul dalam segi publikasi aja, belum ada bukti nyata efektifitas dan efisiensi kerja dari seorang Pak Jokowi, beliau baru sekedar mampu untuk mengobati rasa rindu masyarakat akan sosok pemimpin yang dekat dgn masyarakat. itu pendapat saya lur! ;)