Resistensi

Madya & Nindya

 Dari Wikipedia bahasa Indonesia, Resistensi (Inggris: resistance) berasal dari kata resist + ance adalah menunjukan pada posisi sebuah sikap untuk berperilaku bertahan, berusaha melawan, menentang atau upaya oposisi pada umumnya sikap ini tidak berdasarkan atau merujuk pada paham yang jelas.

Dalam hal ini resistensi diartikan sebagai suatu sikap menentang, bentuk perlawanan dari tingkat hirarki yang seharusnya patuh, terhadap tingkat hirarki diatasnya. Apapun bentuk resistensi diikuti dengan sikap anarkis ataupun tidak, atasannya salah ataupun tidak, tetap menjadi wujud dari sikap pembangkangan dan dianggap salah di berbagai ranah dan keadaan.

Ranah lingkungan perusahaan swasta pun menjunjung tinggi adanya loyalitas dari para pegawainya. Sekali saja ada salah satu pegawai yang berani unjuk gigi untuk mengigit manajernya. Mungkin, tanpa pikir panjang kebijakan perusahaan akan memberikan upah dalam bentuk ‘membebaskan’ sebebas-bebasnya pegawai tersebut dari tugasnya, alias di pecat.


Ranah lingkungan keluarga pun sepertinya begitu. Dari hal kecil saja tentunya, tentang sopan santun beretika terhadap kepala keluarga, kepada sang ayah. Tidak mungkin anak yang beretika berani menjitak kepala sang ayah ketika beliau sedang duduk asik membaca Koran. Kalo pun berani, anak tersebut akan mendapat pujian dari sang ayah dalam bentuk sebuah tanda merah padam di pipinya, bisa disebabkan dari tamparan tangan atau tamparan dari gulungan koran.

Apalagi ranah lingkungan militer, dengan sistem komando “Top-Down” sebagai andalan. Bersifat kaku dan sentralistik. Kepatuhan kepada pangkat diatasnya sangat dijunjung tinggi, loyalitas tanpa batas mungkin istilah berlebihannya. Adapun prajurit yang berani, memperlihatkan wujud pembangkangan terhadap komandannya, bisa jadi prajurit itu mendapatkan penghargaan dari komandannya langsung, bisa diturunkan pangkatnya, di pecat, bahkan diadili secara hukum di meja hijau militer apabila dirasa perlu.

 

Mari coba pikir dan kaji, “melawan dengan frontal terhadap manajer, sang ayah, dan komandan”, itu bisa dibenarkan apa tidak. Ada kalanya kita berduduk tenang dan berpikir secara jernih, bukan menyikapi semuanya dengan keadaan naik pitam, mengedepankan ego masing – masing. Berilah saya kesempatan untuk mencurahkan pendapat dari segi logika, etika dan estetika.

Logikanya, apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah. Magnet pun kalo kedua sisinya yang sama dipertemukan, tentu akan saling menolak bukan. Begitu juga emosi dipertemukan dalam satu titik diantara dua pihak, akan menimbulkan sebuah ledakan yang lebih dahsyat dan masalah yang lebih besar tentunya. Nah, disinilah ada pihak yang harus menerima kesalahannya demi tercapai kemenangan bersama. Karena logisnya perlawanan, apalagi dengan niat dasar memperlihatkan perilaku ‘sok jago’, tetap dianggap salah, terutama dari segi struktural. Jadi terima-terima saja lah bagi yang merasa dirinya masih berada di posisi untuk ‘lebih menghargai’ tingkat yang diatasnya.

Etikanya, mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk. Manusia seyogyannya dikodratkan menjadi makhluk yang mempunyai sopan santun dalam berperilaku, gambaran kecilnya dengan menyuguhkan senyuman terhadap sesama ketika berpapasan tentunya akan menyamankan perasaan masing-masing. Berakibat sebaliknya, ketika berpapasan dan salah satunya meludahi wajah yang lain, bisa jadi hal tersebut menjadi alasan timbulnya kembali Perang Dunia. Karena sopannya, perasaan ketidak-enakan itu bisa disampaikan dengan mengedepankan cara yang baik, metode sopan santun yang mententramkan semua orang. Tolak ukur sebagai manusia merdeka bukan kah pintar menempatkan diri, mensiasati agar hasilnya tidak menyinggung semua pihak, dan saling menghargai tentunya, memiliki hak yang sama dalam konteks keadilan sosial. Jadi terima-terima saja lah bagi yang sudah kepalang bersikap tidak sebagai mana mestinya, atas sanksi sosial maupun normatif yang sudah di rasakan.

Estetikanya, apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek. Semua aspek akan terasa, terlihat, tercium lebih indah ditinjau dari segi seni. Maka semua  metode, cara, penyampaian pun ada seninya. Berwujud compang-camping, kasar dan bau akan dinilai jelek  oleh hasil penginderaan dari segi estetika. Mungkin sama halnya dengan sesuatu yang kasat mata, seperti sikap selenge-an, mencibir, sombong, angkuh, menantang dengan sikap bar-bar akan dinilai jelek oleh setiap orang yang tersinggung karenanya. Karena indahnya, unek-unek, kekesalan, kedongkolan akan lebih ‘nyeni’ jika disimpan dulu rapat-rapat, apa salahnya sunyikan mulut sesaat lalu bercuap-cuap yang bermanfaaat dan mungkin bisa disampaikan di waktu yang tepat. Jadi terima – terima saja lah bagi pihak yang merasa bersikap jelek, kalo semua telunjuk tertuju pada wajahnya. Mencoba menghakiminya, atas sikap jelek yang sudah dipamerkan terhadap semua, baik penonton, rekannya maupun kami.

 

Saya akui makna dan  pelaksanaan ‘saling memahami’, relatif sulit dijalankan bahkan menjadi PR bagi manusia  sampai hari kiamat nanti. Karena perbedaan tidak bisa dipungkiri dalam kisah perjalanan manusia di bumi. Saling memahami bukan hanya dipaparkan dengan siapa yang menang siapa yang kalah, siapa yang salah dan siapa yang benar. Tetapi lebih merenung, memaknai secara mendalam akibat dari semuanya. Sangat penting dalam suatu keadaan, posisi tertentu, seseorang harus melaksanakan peran sebagaimana mestinya. Tidak hanya seorang junior yang wajib menghargai seniornya dengan bersikap sopan, menghormati seniornya dengan memberikan penghormatan terbaik, tetapi sebaliknya pula sebagai seorang senior wajib memberikan teladan, memperlihatkan perilaku sebagai acuan pentingnya berjalan sesuai aturan, bukan hanya bisa menegur juniornya tanpa ada landasan ideal dari cerminan sikapnya, kalo gitu ‘maling teriak maling dong’.

Yah mau gimana lagi, gambaran ideal secara teori tidak akan persis sama dengan keadaan yang sebenarnya. Tapi oleh karenanya jangan sampai berpesimis ria, karena keadaan tersebut sulit tercapai. Sebenarnya, ini hanyalah fenomena klasik yang sudah terjadi sejak dulu. Bagi pihak yang sudah paham dan mau mengerti bagaimana seharusnya bersikap tolong untuk dipertahankan, sehingga segelintir manusia yang berperan menjadi tokoh antagonis, para apatis, provokator, sebagai oknum dalam ruang lingkup ini, dapat diminimalisir dengan harapan ‘dapat menyadarkan diri’.  Bukankah, pembangunan karakter lebih dikedepankan, lebih diprioritaskan, sering sekali kita diingatkan sejak awal tentang “Respek, Loyal, dan disiplin” ? sehingga perlakuan resistensi seseorang itu menjadi bukti belum tercapainya harapan dan target yang seharusnya tertanam sejak dini. Paradigma memang sudah banyak berubah, tetapi jangan sampai salah satu hal inti  ikut berubah. Andai kata resistensi dianggap lumrah, jadi untuk apa adanya sistem hierarki ?

Harap dimaklumi, apabila dirasa pendapat saya kurang objektif, dan kaya akan unsur subjektifitas. Karena sejujurnya saya berada pada pihak yang tersinggung, mungkin berpotensi pada penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran, cenderung berpikir ke dalam kategori non-analitik yang kemudian sering bergalau dengan perasaan.

Yakinlah, semua masalah pasti ada solusi dan jalan keluarnya... Keep & Always #Istiqomah
  1. okay, anda mencoba mempopulerkan #Istiqomah ya? hhe

    betul lur, saya sangat setuju tapi mungkin banyak pihak yang akan mengatakan (seperti yang telah dulur singgung juga) ini sebagai hal yang objektif.

    seandainya tulisan dan pemikiran ini kita (atau dulur tuliskan) ketika berada di posisi junior, maka orang di luar sana akan berpikiran berbeda.

    tapi karena posisi kita (dulur terutama) sekarang telah menjadi seorang senior, maka akan seperti tidak relevan (katanya).

    pada akhirnya biarkan hukum karma (sunatullah) yang akan menjawab semua. karena pada dasrnya semua orang tidak akan mengerti apabila mereka belum merasakannya secara langsung.

  1. . Says:

    kalo hanya dulur saja yg tau bukan populer namanya hehe..
    engga cuma suka aj sm kata 'istiqomah'

    iya lur setuju, bisa jadi di dunia ada 1 milyar manusia, berarti ada 1 milyar pula karakter, sudut pandang, yg berbeda pula, biarlah mereka berargumen sesuai warna yg mereka lihat. begitupun kita..

  1. THANK YOU FOR INFORMATION, Speak Your Mind

    krim pembesar pantat
    pelangsing badan herbal
    spray tahan lama
    obat pembesar penis
    obat penambah sperma
    obat pembesar payudara
    jual cialis
    perangsang wanita
    kianpi pil asli

    link bagi anda yang ingin cari alat bantu

    kondom getar
    vagina getar
    vagina senter
    vagina getar goyang
    celana pembesar
    alat pemanjang penis
    penis bendera
    penis isi air
    kapsul penggetar
    penis getar
    penis jumbo manual


Leave a Reply

"Man Jadda Wa Jadda"
-Arabian Quotes



"Knowledge Is Power"

-Francis Bacon


"Korupsi dipicu gaya hidup hedonis dan boros"


(Benar kan?).
-Eko Laksono

Arsip Blog