Merindukan Pemimpin 'Bersih'

Sabtu, 13 Juli 2013


kepemimpan-dalam-berorganisasi-picture

Akal sehat saya sementara menyimpulkan, Tuhan menciptakan segalanya berpasangan. Ada lelaki ada wanita, siang dan malam, ada si kaya dan ada si miskin. Begitu pula ada kejahatan dan ada pula kebaikan. Oleh karena itu kesimpulan dari premis mayor dan minornya dari pernyataan itu, kejahatan tidak dapat dilenyapkan karena kejahatan kebalikan dari kebaikan. Kesatuan pasangan.

Mungkin yang bisa diupayakan adalah bagaimana menghindarinya. Sosok kebaikan pemerintahan, yaitu pemerintahan yang bersih, yang dicita – citakan, yang dikehendaki, hanya dapat mencari jalan dan menyiasati terhindar dari kejahatan Negara ini. Jikalau begitu, pembiaran korupsi oleh suatu Negara termasuk kedalam kejahatan dong ?

Tentu saja kejahatan, kok kejahatan di biarin nantinya kebablasan. 


Tidak bosan – bosannya media massa melaporkan kepada kita tentang berbagai macam kasus korupsi di negeri ini dengan dihiasi banyak dalih plus muka tanpa dosa oleh para pelakunya. Jangankan anda, saya pun bosan menelan dengan mentah berita tersebut, tapi apa mau dikata, itulah keadaan yang sebenarnya.

Untuk memberantas habis para tikus berdasi, akhirnya pemerintah khususnya pada rezim SBY mencoba menanamkan tradisi Negara hukum, dengan gagah berani membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berdiri dan beroperasi berdasarkan Hukum. 

Baru saja tumbuh menjadi tunas, KPK sering dihujat, diserang berdasarkan pasal hukum yang dikenakan padanya. Yang bikin tambah geleng – geleng serangan itu justru banyak dari para pejabat Negara. Bahkan sampai ada yang mengusulkan “Bubarkan saja KPK !”, katanya KPK tidak berdiri diatas hukum, sudah trauma pada rezim otoriter sebelumnya, sehingga KPK semakin tersudut, rentan eksistensinya.

Jelaslah, gerakan anti korupsi hanya menjadi slogan tanpa makna belaka, karena gerakan anti korupsi yang diimpi – impikan oleh rakyat belum sepenuhnya menjadi niat juga prioritas yang perlu dicapai dari kalangan pejabat Negara yang duduk manis di kursi empuk kesayangannya. Saya yakin tentu ada pejabat yang dengan jelas tertera di jidatnya sebagai ‘anti korupsi’ tapi mungkin saja mereka hanya segelintir. Tetap lebih banyak yang bersikap netral, acuh tak acuh, yang penting kebutuhan pribadinya, tagihan listrik, cicilan mobilnya dan keinginannya terpenuhi. 

Saya salut kepada mereka yang berpenampilan rapih, jumawa, penuh dengan aura kewibawaan. Bicaranya adalah hukum. Berargumentasi bahwa hukum di atas segala – galanya. Undang – Undang, pasal sekian, ayat sekian tiap jam berseliweran dari mulut mereka, beradu pendapat di media massa. Tidak perlu diragukan lagi, masalah retorika berbicara, kepandaiannya dalam berkata – kata, saya akui mereka sangat lihai menggunakan salah satu fungsi mulut tersebut. 

Tapi apakah kebenaran adanya hanya di kata – kata ? lalu bagaimana dengan tindakannya ? Bisa jadi tindakan jelas mencari celah untuk menilap uang rakyat, yang penting mereka bisa dibebaskan dengan taktik, strategi, apapun jalannya dihalalkan agar terbebas dari tuduhan atau setidaknya direduksi berdasarkan logika berbahasa.

Mereka yang mengagung – agung kan ‘kartu As’ nya, yaitu percaya kebenaran pasal – pasal hukum yang diperkuat oleh sub-pasalnya adalah yang percaya kebenaran hanya di kata – kata dan cenderung melupakan terhadap perbuatan melanggar hukum yang masuk ke dalam ranah moralitas. 

Perlu di garis bawahi, kebanyakan dari rakyat di negeri kita ini adalah buta hukum. Sedikit  dari mereka yang tahu mengenai isi dari pasal KUHP atau KUHAP, juga Undang – Undang yang berkaitan lainnya. Terkecuali orang – orang yang profesinya dituntut untuk mafhum akan  ilmu hukum.  Tapi bagaimana dengan yang lain ? 

Para tukang becak lebih tau resep racikan obat penambah stamina, mahasiswa jurusan IT lebih tau bagaimana cara membuat website dibandingkan hafal peraturan hukum beserta pasal – pasalnya. Tetapi mata hati mereka melek moral dengan jelas. Dapat menyimpulkan, melihat dengan terang benderang siapa yang salah, siapa yang benar. Siapa yang berbuat adil dan tidak adil. 

Tentunya mereka melihat perbuatan para oknum pejabat Negara yang digiring kegedung KPK rata – rata memamerkan wajah watados-nya (wajah tanpa dosa). Apakah mereka bisa terima kata – kata pembebasan tuduhannya di pengadilan manusia itu ?

Kriteria utama pemimpin umat sejak zaman dulu adalah memiliki moral yang baik. Itulah sebabnya, dari dulu sampai sekarang, pengabsahan seseorang di nobatkan sebagai pemimpin publik, senantiasa dilakukan dengan sumpah jabatan yang diucapkan di depan Kitabullah ( Islam : Al-Quran ) yang berarti bersumpah atas nama Tuhan. Atas nama ALLAH SWT. Berarti lebih bersifat sakral, bukan suatu pekerjaan biasa, melainkan amanah dari orang banyak yang harus diemban sebagai tanggung jawab yang besar.

Enam Larangan dan Asthabrata

Bapak Jakob Sumardjo menjelaskan di artikelnya “Netral Korupsi” bahwa ada enam jenis larangan yang harus dihindari seorang pemimpin antara lain perbuatan nista atau maksiat, dusta atau bohong kepada publik, ingkar janji dan ingkar sumpah, iri hati dan pencuriga, serakah dan candela atau menggelapkan uang Negara.

Tetapi malah enam larangan ini yang sering terpotret dan dianut dari sebagian besar pejabat Negeri ini. Bahkan katanya oknum pejabat yang tercium ‘bau busuknya’ sudah berjumlah hampir 300 orang sejak KPK lahir. Rekor dan prestasi yang patut diacungi jempol dalam sejarah kelam  bangsa ini, apabila pencapaian tersebut memang pantas untuk dibanggakan.

Sebaliknya ada delapan nilai yang seharusnya dilakukan oleh para pemimpin yang dikenal sebagai Asthabrata atau delapan jalan. Jadi, keharusan harus lebih banyak dari larangannya. Asthabrata adalah konsep kepemimpinan Negara pramodern yang menempatkan manusia sebagai bagian dari alam semesta karena alam adalah kebenaran. Alam adalah kemungkinan manusia dapat hidup, bukan dieksploitasi untuk keserakahan hidupnya. 

Pemimpin yang berlabel sebagai seorang “Negarawan” bisa jadi sangat dirindukan masyarakat di banding pemimpin politikus yang berkiblat pada kepentingan partainya semata.

Intinya pemimpin yang diharapkan itu kerja keras buat rakyat, adil buat rakyat, apa yang di dapat sama dengan yang diberikan kepada rakyat, intelektualitasnya dipakai sebagai alat pencarian solusi untuk masalah rakyat bukan sebaliknya. Kalau pikiran hedonis, serakah, sulit keluar dari keadaan nyaman, egoistis ini masih mendarah daging dan sudah membudaya di kalangan pemimpin kita, maka enam dosa pemimpin akan mempercepat kekacauan Negara. Dalam keadaan semacam itu, jangan harap dulu, akan terlahir pemimpin bersih  dan jangan juga berharap ada gerakan antikorupsi yang sungguh – sungguh. #Tetap kritis kawan !
  1. great opinion sob :D
    semoga kita para kader pemong praja mampu bertahan di atas idealisme kita, jauh dari perbuatan yang tercela dan senantiasa tidak mengkhianati Allah yang telah mempercayai manusia sebagai Khalifah (pemimpin) di muka bumi ini :)

  1. . Says:

    Sip sob, semoga setelah nanti kita turun ke lapangan yang sebenarnya, bekerja ke dunia nyata dengan masyarakat nyata. Prinsip itu tetap kita pegang dengan teguh. Semoga . Amin Ya Rabbal'alamin.

  1. THANK YOU FOR INFORMATION, Speak Your Mind

    krim pembesar pantat
    pelangsing badan herbal
    spray tahan lama
    obat pembesar penis
    obat penambah sperma
    obat pembesar payudara
    jual cialis
    perangsang wanita
    kianpi pil asli

    link bagi anda yang ingin cari alat bantu

    kondom getar
    vagina getar
    vagina senter
    vagina getar goyang
    celana pembesar
    alat pemanjang penis
    penis bendera
    penis isi air
    kapsul penggetar
    penis getar
    penis jumbo manual


Leave a Reply

"Man Jadda Wa Jadda"
-Arabian Quotes



"Knowledge Is Power"

-Francis Bacon


"Korupsi dipicu gaya hidup hedonis dan boros"


(Benar kan?).
-Eko Laksono

Arsip Blog