Revolusi Begal dan Devolusi Hukum

Rabu, 11 Maret 2015

Begal menurut hadist :D

Pencurian kendaraan bermotor atau sebutan populernya “Begal” amat marak terjadi dan gencar pemberitaannya sehingga menjadi salah satu topik hangat dan empuk bagi masyarakat, terutama masyarakat perkotaan.

Pemberitaan di media tentang begal itu sendiri saya rasa menyurutkan rasa aman para pengendara motor, tentu saja termasuk saya merupakan salah satu pengendara motor yang merasa terancam keselamatannya ketika berkendara sepulangnya dari kantor.

Karena penasaran saya mencari berbagai berita dan informasi seputar Begal melalui bantuan Om Google, dari video kejadian begal yang terekam kamera CCTV sampai hukuman apa saja yang ditimpakan kepada para pelaku begal.

Jadi izinkan saya untuk sedikit bawel dan membahas begal kali ini, OK.

Mungkin terjadi perubahan antara begal versi dulu dan sekarang. Begal saat ini, khususnya di Indonesia, sudah berevolusi. Pelaku melakukan kejahatannya di jalan umum yang memungkinkan korbannya menjadi tidak berdaya untuk dirampas barangnya. Perlu ditekankan saya rasa,  zaman dahulu pembegalan tidak sampai membunuh korbannya, komplotan begal biasanya hanya merampas barang si korban dan selesai.

Kejahatan yang melahirkan kejahatan lainnya. Hal ini terlihat juga pada kasus pembegalan saat ini. Setelah barang korban dirampas, pelaku melukai bahkan sampai membunuh korbannya. Contoh kasus, seperti yang menimpa Taruna AAU, Alm. Andik Wahyu Hermawan di jembatan layang Pasopati, Bandung yang hingga sekarang kasus tersebut menjadi PR Polda Jabar karena masih belum bisa diungkap.

Inilah yang saya maksudkan dengan kompleksitas kejahatan, yaitu dalam satu waktu berlangsungnya  beberapa macam kejahatan sekaligus yang sebenarnya tujuan utama dari pelaku adalah satu macam kejahatan saja (Begal : Mencuri motor korban) secara spontan melahirkan kejahatan lainnya (pembunuhan).

Meningkatnya kasus begal di Indonesia terdiri atas  berbagai faktor penyebab. Salah satunya adalah petugas kepolisian yang berwenang yang seharusnya dapat menegakkan hukum belum maksimal melakukan tugasnya sehingga mungkin saja para pelaku beranggapan bahwa hukum dalam keadaan letoy , jadi mereka merasa punya celah untuk melakukan tindak kejahatan. Seakan – akan petugas tidak mampu berbuat apa – apa untuk mencegah mereka. Anggapan inilah yang membuat kejahatan semakin beringas.

Tampaknya wibawa penegak hukum dipertanyakan keberadaannya di lapangan. Kasus begal di Tanggerang dapat dijadikan contoh, warga mengadili sendiri pelaku. Hal ini menunjukkan pihak yang berwenang lemah dan tidak adanya pengakan hukum yang jelas. Masyarakat seolah – olah tidak percaya lagi pada penegak hukum.

Dalam konteks ini bukan berarti pihak kepolisian bisa langsung menembak mati di tempat begal. Petugas kepolisian seharusnya dapat melihat dahulu secara terfokus seperti apa kasusnya, apalagi bila pelakunya remaja.

Karena remaja melakukan tindak kejahatan tidak berdasarkan dirinya saja tetapi dari pengaruh lingkungannya juga. Mungkin berangkat dari kebiasaan berkumpul dan mabuk – mabukan sehingga berangkat dari kebiasaan buruk tersebut dapat merembet ke perbuatan buruk lainnya.

 Hal ini disebut anomie dalam ilmu kriminologi di mana para remaja tidak tahu nilai apa yang harus dipegangnya.

Menurut saya kejahatan begal ini tidaklah hanya dapat diselesaikan secara hukum dalam bentuk penindakan dan pengenaan sanksi pidana sebagaimana tertera dalam pasal – pasal dalam KUHP oleh penegak hukum, tetapi juga pendekatan sosial yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait, misalnya tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh politik, dan tokoh yang mempunyai pengaruh di lingkungan masyarakat. Mereka harus bersama – sama memberikan kontribusi untuk melakukan pencegahan dini sebelum terjadi kejahatan pembegalan tersebut.

Para remaja harus didekatkan dan diajarkan tentang  hukum, lebih baik sejak dini. Meraka tidak boleh dibiarkan buta hukum. Bukan hanya mahasiswa fakultas hukum saja yang dikenalkan tentang hukum. Semua elemen masyarakat harus paham akan hukum dan bahu membahu ikut memberantas kejahatan begal ini sampai ke akarnya. Walaupun sulit tapi saya tegaskan kembali, sampai ke akarnya !

Oleh karena itu diperlukan sekali, pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Tidak hanya bersifat sesaat waktu terjadi kejahatan dan waktu kasus begal ini sedang populer di media massa. Tetapi pendekatan yang lebih bersifat mitigasi, yaitu adanya upaya pada saat sebelum terjadi kejahatan, ketika terjadi kejahatan dan sesudah kejahatan terjadi.

Disamping itu, masyarakat juga dapat berpartisipasi aktif dengan terlibat secara positif bukan main hakim sendiri. Misalnya, dengan memberikan laporan pada polisi melalui RT/RW atas adanya pembegalan di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Karena, bagaimanapun, penegak hukum merupakan alat negara yang harus mengamankan dan menyamankan masyarakat.

Walaupun pada kenyataannya, masyarakat  lebih dikuasai oleh amarah dan terkoordinasi oleh emosi yang spontan untuk beramai – ramai dan serentak satu frekuensi untuk main hakim sendiri. Dari sana setidaknya sudah dapat disimpulkan bahwa bisa jadi masyarakat ini masih tergolong masyarakat yang anarkis. Mudah di provokasi, mudah dipicu untuk berbuat kekerasan. Sehingga kekerasan dianggap menjadi salah satu metode favorit untuk menyelesaikan masalah.

Sebagai penutup, perlu diingatkan kecerdasaan Intelektual serta kecerdasaan emosional seseorang dapat di perkirakan setidaknya melalui seberapa mampunya seseorang tersebut dapat berfikir jernih dan mengendalikan emosi bahkan amarahnya.

Begitu juga dengan masyarakat. Salah satu benang merah yang menjadi pembatas antara masyarakat madani dan masyarakat barbar adalah seberapa akrabnya masyarakat tersebut dengan tindakan anarkisme.


Jadi, anda termasuk masyarakat yang mana ?

Leave a Reply

"Man Jadda Wa Jadda"
-Arabian Quotes



"Knowledge Is Power"

-Francis Bacon


"Korupsi dipicu gaya hidup hedonis dan boros"


(Benar kan?).
-Eko Laksono

Arsip Blog