05 Nov 2008 -
Rabu, 11 Maret 2015
Begal menurut hadist :D |
Pencurian kendaraan bermotor atau
sebutan populernya “Begal” amat marak terjadi dan gencar pemberitaannya
sehingga menjadi salah satu topik hangat dan empuk bagi masyarakat, terutama
masyarakat perkotaan.
Pemberitaan di media tentang
begal itu sendiri saya rasa menyurutkan rasa aman para pengendara motor, tentu
saja termasuk saya merupakan salah satu pengendara motor yang merasa terancam
keselamatannya ketika berkendara sepulangnya dari kantor.
Karena penasaran saya mencari
berbagai berita dan informasi seputar Begal melalui bantuan Om Google, dari
video kejadian begal yang terekam kamera CCTV sampai hukuman apa saja yang
ditimpakan kepada para pelaku begal.
Jadi izinkan saya untuk sedikit
bawel dan membahas begal kali ini, OK.
Mungkin terjadi perubahan antara
begal versi dulu dan sekarang. Begal saat ini, khususnya di Indonesia, sudah
berevolusi. Pelaku melakukan kejahatannya di jalan umum yang memungkinkan
korbannya menjadi tidak berdaya untuk dirampas barangnya. Perlu ditekankan saya
rasa, zaman dahulu pembegalan tidak
sampai membunuh korbannya, komplotan begal biasanya hanya merampas barang si
korban dan selesai.
Kejahatan yang melahirkan
kejahatan lainnya. Hal ini terlihat juga pada kasus pembegalan saat ini. Setelah
barang korban dirampas, pelaku melukai bahkan sampai membunuh korbannya. Contoh
kasus, seperti yang menimpa Taruna AAU, Alm. Andik Wahyu Hermawan di jembatan
layang Pasopati, Bandung yang hingga sekarang kasus tersebut menjadi PR Polda
Jabar karena masih belum bisa diungkap.
Inilah yang saya maksudkan dengan
kompleksitas kejahatan, yaitu dalam satu waktu berlangsungnya beberapa macam kejahatan sekaligus yang
sebenarnya tujuan utama dari pelaku adalah satu macam kejahatan saja (Begal :
Mencuri motor korban) secara spontan melahirkan kejahatan lainnya (pembunuhan).
Meningkatnya kasus begal di
Indonesia terdiri atas berbagai faktor
penyebab. Salah satunya adalah petugas kepolisian yang berwenang yang
seharusnya dapat menegakkan hukum belum maksimal melakukan tugasnya sehingga mungkin
saja para pelaku beranggapan bahwa hukum dalam keadaan letoy , jadi mereka
merasa punya celah untuk melakukan tindak kejahatan. Seakan – akan petugas
tidak mampu berbuat apa – apa untuk mencegah mereka. Anggapan inilah yang
membuat kejahatan semakin beringas.
Tampaknya wibawa penegak hukum
dipertanyakan keberadaannya di lapangan. Kasus begal di Tanggerang dapat
dijadikan contoh, warga mengadili sendiri pelaku. Hal ini menunjukkan pihak
yang berwenang lemah dan tidak adanya pengakan hukum yang jelas. Masyarakat seolah
– olah tidak percaya lagi pada penegak hukum.
Dalam konteks ini bukan berarti
pihak kepolisian bisa langsung menembak mati di tempat begal. Petugas
kepolisian seharusnya dapat melihat dahulu secara terfokus seperti apa
kasusnya, apalagi bila pelakunya remaja.
Karena remaja melakukan tindak
kejahatan tidak berdasarkan dirinya saja tetapi dari pengaruh lingkungannya
juga. Mungkin berangkat dari kebiasaan berkumpul dan mabuk – mabukan sehingga
berangkat dari kebiasaan buruk tersebut dapat merembet ke perbuatan buruk
lainnya.
Hal ini disebut anomie dalam ilmu kriminologi
di mana para remaja tidak tahu nilai apa yang harus dipegangnya.
Menurut saya kejahatan begal ini
tidaklah hanya dapat diselesaikan secara hukum dalam bentuk penindakan dan
pengenaan sanksi pidana sebagaimana tertera dalam pasal – pasal dalam KUHP oleh
penegak hukum, tetapi juga pendekatan sosial yang dilakukan oleh berbagai pihak
terkait, misalnya tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh politik, dan tokoh yang
mempunyai pengaruh di lingkungan masyarakat. Mereka harus bersama – sama
memberikan kontribusi untuk melakukan pencegahan dini sebelum terjadi kejahatan
pembegalan tersebut.
Para remaja harus didekatkan dan
diajarkan tentang hukum, lebih baik
sejak dini. Meraka tidak boleh dibiarkan buta hukum. Bukan hanya mahasiswa
fakultas hukum saja yang dikenalkan tentang hukum. Semua elemen masyarakat harus paham akan hukum dan bahu membahu ikut memberantas kejahatan begal ini sampai ke akarnya. Walaupun
sulit tapi saya tegaskan kembali, sampai ke akarnya !
Oleh karena itu diperlukan
sekali, pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Tidak hanya bersifat
sesaat waktu terjadi kejahatan dan waktu kasus begal ini sedang populer di media
massa. Tetapi pendekatan yang lebih bersifat mitigasi, yaitu adanya upaya pada
saat sebelum terjadi kejahatan, ketika terjadi kejahatan dan sesudah kejahatan
terjadi.
Disamping itu, masyarakat juga
dapat berpartisipasi aktif dengan terlibat secara positif bukan main hakim
sendiri. Misalnya, dengan memberikan laporan pada polisi melalui RT/RW atas
adanya pembegalan di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka. Karena,
bagaimanapun, penegak hukum merupakan alat negara yang harus mengamankan dan
menyamankan masyarakat.
Walaupun pada kenyataannya,
masyarakat lebih dikuasai oleh amarah
dan terkoordinasi oleh emosi yang spontan untuk beramai – ramai dan serentak
satu frekuensi untuk main hakim sendiri. Dari sana setidaknya sudah dapat
disimpulkan bahwa bisa jadi masyarakat ini masih tergolong masyarakat yang
anarkis. Mudah di provokasi, mudah dipicu untuk berbuat kekerasan. Sehingga
kekerasan dianggap menjadi salah satu metode favorit untuk menyelesaikan
masalah.
Sebagai penutup, perlu diingatkan
kecerdasaan Intelektual serta kecerdasaan emosional seseorang dapat di
perkirakan setidaknya melalui seberapa mampunya seseorang tersebut dapat berfikir
jernih dan mengendalikan emosi bahkan amarahnya.
Begitu juga dengan masyarakat.
Salah satu benang merah yang menjadi pembatas antara masyarakat madani dan
masyarakat barbar adalah seberapa akrabnya masyarakat tersebut dengan tindakan
anarkisme.
Jadi, anda termasuk masyarakat
yang mana ?