Etika Berposting Ria

Rabu, 4 Desember 2013

Source : blog.socialmaximizer.com

Walaupun mungkin saat ini bisa dibilang usia bumi sudah mendekati masa ‘akhir zaman’ dengan segala ciri- cirinya yang mengikat, tapi setidaknya saya bersyukur terlahir di peradaban transisi menuju masa depan serba canggih ini. Tidak bisa dipungkiri dengan berkembang pesatnya teknologi, hampir segala akses untuk pemenuhan kebutuhan manusia semakin mudah. Pengen tau tentang gossip terbaru tinggal tanya ‘Mbah Google’, pengen beli ini-itu tinggal nongkrong di tokobagus.com, amazon.com dan lainnya, pengen curhat tinggal ‘share’ sampeee se-Indonesia tahu. Dengan warisan peradaban manusia yang bernama ‘Internet’, cukup dengan sekali ‘klik’ maka seantero dunia dapat mengakses segala informasi yang kita share atau berikan.
 
Dan dengan akses tersebut, kita mempunyai dua opsi kemungkinan : Menciptakan hal yang bermanfaat bahkan berpotensi sangat baik atau membuat hal yang buruk menjadi lebih buruk.

Nah, oleh karenanya perlu ada rambu-rambu lalu lintas yang diperhatikan dalam pemanfaatan internet sebagai kendaraan untuk menyebarkan informasi.

1.    Telling ‘The TUCK’ (Truth, Useful, and for Public, OK)

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (QS. al-Hujuraat : 6)

Sekali terjun ke dunia internet, kita dapat menemukan banyak informasi yang berseliweran, bisa jadi para informasi tersebut benar, samar-samar, bahkan HOAX, omong kosong atau salah seutuhnya. Baiknya, sebagai seorang muslim, informasi tersebut setidaknya sangat dianjurkan mengandung unsur ‘dakwah’, tentunya informasi yang telah dikemas dengan data – data pendukung kebenaran yang relevan (jelas kebenarannya) untuk menghindari mudharat, merugikan pihak lain(orang, kelompok dkk).

Selanjutnya, alangkah lebih bijak kita memastikan “apakah informasi ini dibutuhkan ?” Karena sering ada informasi yang ‘gak penting’ tetapi tetap ngeksis kesana-kemari di dunia maya. Saya rasa, hal ini merupakan sesuatu yang sia – sia dan bisa jadi mengundang masalah yang lain. Di jejaring sosial sering saya liat lifestyle semacam ini, seakan – akan update status menjadi sesuatu yang fardhu ‘ain. Misalnya :

“Lagi dibonceng sama tukang ojek nih…” lalu dua menit kemudian “hhhhuuuuft, tukang ojeknya bau ketiak…” nyampe dikampus “at Kampus bla-bla-bla with- Mang Aceng (Ojek Rider)”, berselang beberapa detik “dompet aku ketinggalan…. Mamiiiih!”.

"Cukuplah bagi seseorang berbuat dosa dengan menceritakan setiap apa yang didengarnya" (HR. Muslim)

Kita juga harus pintar memilah – milah mana informasi yang berada pada ranah konsumsi publik dan mana yang berada pada forbidden side (aib orang lain dsb). Saya pun terkadang masih perlu mengembangkan asas kehati – hatian dalam menyampaikan suatu hal. Karena kehati-hatian dan kewaspadaan lebih utama daripada terlanjur lalai.

2.    Tidak berbangga dalam ‘mengiklankan diri’ sehingga tanpa sadar ‘membuka aib sendiri’

Tulisan bernada melankolis, lebay, melow, tidak seharusnya ditampilkan di panggung internet ataupun jejaring sosial sebagai wadahnya. Apalagi posting yang membuka aib pribadi dan  hal – hal privat yang seharusnya lebih wajar tidak ada di ruang publik yang dapat menimbulkan prasangka buruk dan fitnah. Tapi saya pun tidak merasa paling benar dan harus berkali – kali lipat berinstropeksi diri, karena terkadang ada kalanya saya mengeluh (Baca : Jurus-Berkeluh-Kesah ) tapi setidaknya saya berusaha ‘gak lebay’. Tidak seperti :

“aku teh pengen kita itu bersatu kembali….”  “cewe cantik banyak yang syirik. Wesbiyasa azah hahahaha”  “Kutunggu sampai akhir khayatku, sayang….” “merindukan seseorang yang belum jelas dia siapa dan dimana”

(*maaf, identitas pemilik status tidak dicantumkan)

Bukankah rasul sendiri yang telah memperingatkan kita untuk menjauhi fitnah ?

“Sesungguhnya kebahagiaan bagi siapa saja yang menjauhi fitnah” (HR. Abu Dawud)

3.    Mengabarkan berita baik tetapi tidak berlebihan

"Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)" (QS adh-Dhuhaa : 11)

Sebagai seorang hamba sah – sah saja jikalau mengungkapkan rasa syukurnya dan bercerita mengenai hal tersebut dengan rekan – rekan kita, tujuannya agar mereka ikut bersyukur dan termotivasi untuk selalu sadar akan nikmatnya rasa syukur pada Allah atas segala nikmat yang juga mereka dapati.

Tetapi postinglah hal – hal yang dirasa perlu, bahwa tidak semua nikmat yang diperoleh  harus diungkapkan, diceritakan lengkap dari BAB Pembuka sampai Epilog  terpampang dan terposting, takutnya akan menumbuhkan bibit – bibit riya dalam benak kita. Cobalah untuk memposting sesuatu yang mengandung motivasi-inspirasional-berbagi semangat sesuai dengan bobot yang pas, jangan terlalu berlebihan.

“Dan sesungguhnya orang yang paling aku dibenci dari kalian dan paling jauh dariku di hari kiamat adalah orang yang banyak bicara" (HR. Tirmidzi)

4.    Perbaiki niat dan (tetap) tidak berlebihan dalam menyajikan informasi

 "Diantara orang yang aku cintai dan paling dekat tempat duduknya denganku di hari kiamat adalah orang yang baik akhlaknya. Dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di hari kiamat adalah ats-Tsartsarun (orang yang memaksakan diri untuk memperbanyak perkataan), al-Mutasyaddiqun (orang yang bicaranya kesana-kemari tanpa kehati-hatian) dan al-Mutafayqihun (orang yang sengaja memperluas cakupan pembicaraan dan membuka mulut mereka dalam pembicaraan tersebut serta memfasih-fasihkan/membagus-baguskan bahasanya dalam pembicaraan)". (Muttafaq‘alaih)

Mari kita sadari, mencari ilmu, membagikan ilmu ataupun mengajarkannya menjadi teramat rendah jika semua itu hanya berawal dari niat  untuk dikagumi oleh orang lain, agar dapat penghargaan ‘jempol’, postingnya dianugerahi ribuan ‘like’ dari teman – teman, tolong jangan campur adukan perbuatan mulia dengan niat yang kurang bermakna, komposisinya jadi kurang pas bukan.

Kekuatan terbesar yang bernama ‘niat’ layaknya ombak di lautan lepas, mudah terombang – ambing, tetapi sudah sepatutnya kita yakin bahwa awal yang baik, Insya Allah akan membawa kepada akhir yang baik pula. Maka usahakan dalam setiap posting dan informasi yang kita berikan kita selalu berserah kepada Allah. Sama sekali tidak membuat-buat, atau membesar-besarkan perkataan.

5.    Tidak Menyebarkan berita yang mengandung mudharat

"Sesungguhnya, menghindari kerusakan, harus didahulukan dibanding mengambil manfaat.”

Definisi Mudarat menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang tidak menguntungkan, tidak berguna, sebaiknya ditinggalkan. Dalam tafsir Al-Misbah, mudarat juga bisa diartikan membahayakan dan merugikan.

Banyak ditemukan di jejaring sosial, ada orang yang niatnya baik, namun tanpa sadar pemberian informasi tersebut mengandung atau mengundang mudharat. Misal :

“Warga negara Indonesia yang terhormat, disini ada artikel yang berisi hinaan terhadap Indonesia: www.##########.com (waduh linknya di copy-paste lagi), kita jangan mau diinjak – injak dan direndahkan, mari kita mengambil langkah pasti !”.

misal – misal lainnya :

“Mohon, Majalah ###### Edisi ## (Dikasih tau lengkap dengan edisinya  ) jangan di edarkan, banyak mengandung pornografinya, memang zaman sekarang bobrok abis dah !”

Masalahnya, selain kita berniat baik memberitahukan hal tersebut, ternyata kita turut menjadi agen penyebaran ‘link-link’ terlarang itu yang seharusnya tidak boleh di akses. Lebih gampang kita cari cara yang lebih cemerlang, karena menolak mafsadat lebih utama dari mendapat manfaat.

Jadi, jika nanti kita menemukan situs yang dapat memprovokasi kita untuk ikut serta melakukan sumpah serapah atau ejekan yang lebih sadis, lebih baik kita tidak usah terlalu gubris dan perhatikan apalagi turut menyebarkannya. Justru hal itulah yang paling diinginkan oleh si provokator (pembuat situs tersebut). Selama internet masih ada, hal semacam itu pasti ada.

Menegakan yang Hak dan menanggalkan yang batil merupakan hal yang sulit.Terkadang, memberitahukan hal – hal yang baik, tidak semua orang mau menerimanya dengan lapang dan terbuka ‘dianggap sok alim lah dan sebagainya’ sama halnya dengan berdakwah. Dakwah sudah sulit jadi jangan dibuat lebih sulit lagi.

Bukankah melakukan hal apapun yang berlebihan itu kurang baik ? Oleh karena itu mari kita gunakan akses ke dunia maya dengan semestinya (Refreshing, bercanda, bersosialisasi tentu saja boleh) sesuai dengan kapasitas kita sebagai seorang muslim dan jangan berlebihan. Mulailah memperkaya diri dengan segala upaya positif untuk menciptakan kontribusi positif bagi orang lain. Insya Allah semua kebaikan yang kita lakukan menjadi cahaya terang benderang yang menuntun kita menuju Surga-Nya kelak.

Amin Ya Rabbal’alamin.

Sumber Bahan :
Nasehat @felixsiauw
  1. mantap dulur, recomended lah! :)

Leave a Reply

"Man Jadda Wa Jadda"
-Arabian Quotes



"Knowledge Is Power"

-Francis Bacon


"Korupsi dipicu gaya hidup hedonis dan boros"


(Benar kan?).
-Eko Laksono

Arsip Blog